Wild
Base Ballers.
Komik
yang gue baca dari majalah Komik Shonen Magz. Pertama kali gue liat, pasti
komik ini bakal manly banget. Tentang persahabatan antara cowok yang
dipersatukan oleh baseball. Well, I’m right. Tapi, pikiran gue ternyata beda
sama jalan cerita komik ini. Jadi Wild Base Ballers ini ceritanya tentang SMU
khusus murid berandalan yang berusaha mendirikan klub baseball agar bisa
bertanding di Koshien dan memenangkannya. Dimulai oleh Issei Aoki, murid
terjahat dalam sejarah yang keluar dari rehabilitasi dan masuk ke SMU Ryukasa.
Ia bertekad untuk mendirikan klub baseball agar bisa bertanding di Koshien.
Namun hal itu tentunya gak mudah. Mengingat sekolah mereka adalah sekolah murid
berandalan dan masyarakat sudah memandang negatif Issei dkk.
Memang
para pemain baseball SMU Ryukasa ini sudah tidak melakukan aktifitas berandalan
seperti dulu, tapi yang namanya cap negatif itu sulit untuk dilepaskan.
Semangat Issei dkk di lapangan baseball tidak redup walaupun dicemooh
habis-habisan oleh masyarakat. Dan itulah yang ngebuat gue kagum sama mereka
semua. Semangat mereka yang ingin menang di setiap pertandingan dan tampil di
Koshien bener-bener ngebangkitin semangat gue untuk terus semangat melakukan
hal yang gue suka tanpa menghiraukan apa yang orang judge tentang gue ataupun
kesukaan gue.
Dan
ending komik ini bener-bener bikin gue termenung. Ya, jelas. Mengingat ini
beneran persis sama apa yang gue alamin dulu.
[SPOILER
ALERT. DIBAWAH INI CERITA TENTANG ENDINGNYA. YANG BELOM BACA ENDING WBB JANGAN
BACA DULU DEH. ABISIN AJA DULU KOMIKNYA]
Jadi
setelah Yukimura ambruk dan dibawa dengan ambulans, tim baseball SMU Ryukasa
terus berjuang hingga habis-habisan melawan SMU Kumadai. Tapi namanya juga klub
baseball baru dua bulan, mereka kalah. Dan setelah itu monolog Issei tentang
kelanjutan apa yang terjadi dengan mereka. Klub baseball mereka hanya bertahan
hingga satu tahun dan mengalami skorsing di pertandingan hingga dua tahun
karena melakukan perkelahian diakhir pertandingan melawan SMU Kumadai. Selain itu,
setelah mereka semua lulus, mereka melanjutkan hidup mereka masing-masing.
Semangat mereka selama satu tahun bermain baseball bersama itu hilang tidak
berbekas. Kemana? Kemana perginya semangat masa muda mereka pergi? Kemana
semangat mereka yang berjuang mati-matian demi bisa bermain baseball yang
mereka sukai? Apa yang terjadi? Apakah mereka sudah tidak menyukai baseball
lagi?
Jawabannya
bisa jadi. Ketika kita menyukai sesuatu, tentu itu tidak mudah. Kita harus
berani mengambil resiko sekecil apapun itu. Seperti Issei dkk yang menyukai
baseball. Mereka bisa menanggung resiko ketika mereka menyukai baseball,
dicemooh, dilempari sampah, dipandang negatif oleh semua orang karena mereka
berandalan dan mereka bermain baseball. Lalu kenapa mereka berhenti bermain
baseball diakhir cerita? Bukankah itu menyedihkan?
Iya
well, jujur itu menyedihkan banget. Mungkin ini komik yang punya ending
mendekati realita. Mereka berhenti karena hidup mereka harus maju. Mungkin
mereka bisa terus berlanjut bermain baseball, tapi tidak semua orang mempunyai
bakat bermain baseball seperti halnya Issei ataupun Shuko. Semuanya suka dan
cinta baseball, tapi masa depan mereka belum tentu akan bagus dan sesuai dengan
apa yang mereka impikan jika mereka terus bermain baseball. Mungkin itulah yang
ada dipikiran Toru Fujisawa-sensei dan Taro Sekiguchi-sensei. Ketika kita
menyukai sesuatu, belum tentu sesuatu itu adalah masa depan yang harus kita
raih. Ketika kita menyukai sesuatu dan ingin menjadikannya impian kita, ada
baiknya kita memikirkan segala aspek apakah kita bisa meraih impian itu atau
tidak. Karena masa depan dan hidup menjadi orang dewasa tidak semudah itu. Kita
tidak bisa hidup seenaknya. Banyak yang harus kita tanggung dan pikirkan. Dan
itu yang gue rasakan saat ini.
Saat
gue SMK, gue passion banget sama yang namanya film. Gue suka film dan gue
terobsesi pengen menjadi sutradara. Gue pun belajar, belajar dan belajar hal
yang gak gue tau agar bisa menguasai semua peralatan syuting, biar gue bisa
jadi sutradara. Tapi menjelang kelulusan gue kembali berpikir, benerkah jalan
yang gue ambil ini? Gue pengen jadi sutradara. Untuk kuliah jurusan itu, mahal.
Sedangkan nyokap gue sendiri masih bayarin kakak gue yang kuliahnya mahal.
Akhirnya, gue pun membuang impian gue yang pengen jadi sutradara dan berpindah
jalur jadi kuliah jurusan pendidikan.
Gue
emang membuang impian gue itu, tapi di lubuk hati gue yang terdalam gue masih
pengen jadi sutradara. Tapi walaupun gue gak bisa jadi sutradara setidaknya gue
bisa nonton film dan ada yang menghubungkan gue dengan impian gue yang satu
itu. Dan gue masih rada miris juga kalo mengingat jaman gue SMK dulu itu yang
tergila-gilanya pengen jadi sutradara. Apa aja yang gue lakuin, kerja keras
gue, tekad gue yang tinggi. Miris karena semua tinggal kenangan yang gak ada
sangkut pautnya dengan masa depan gue yang sekarang lagi gue bina.
Sekali
lagi, Wild Base Ballers sukses bikin gue termenung mengingat gimana perasaan
saat dulu mencintai impian lu tanpa memikirkan apa-apa selain cara gimana
meraihnya. Gak memikirkan masa depan. Gak memikirkan efeknya. Resikonya. Hanya
memikirkan gue mau impian gue tercapai.
Thank
you Toru Fujisawa-sensei and Taro Sekiguchi-sensei.
:’)