Selasa, 16 Juni 2015

[ESSAI] WILD BASE BALLERS

Wild Base Ballers.

Komik yang gue baca dari majalah Komik Shonen Magz. Pertama kali gue liat, pasti komik ini bakal manly banget. Tentang persahabatan antara cowok yang dipersatukan oleh baseball. Well, I’m right. Tapi, pikiran gue ternyata beda sama jalan cerita komik ini. Jadi Wild Base Ballers ini ceritanya tentang SMU khusus murid berandalan yang berusaha mendirikan klub baseball agar bisa bertanding di Koshien dan memenangkannya. Dimulai oleh Issei Aoki, murid terjahat dalam sejarah yang keluar dari rehabilitasi dan masuk ke SMU Ryukasa. Ia bertekad untuk mendirikan klub baseball agar bisa bertanding di Koshien. Namun hal itu tentunya gak mudah. Mengingat sekolah mereka adalah sekolah murid berandalan dan masyarakat sudah memandang negatif Issei dkk.

Memang para pemain baseball SMU Ryukasa ini sudah tidak melakukan aktifitas berandalan seperti dulu, tapi yang namanya cap negatif itu sulit untuk dilepaskan. Semangat Issei dkk di lapangan baseball tidak redup walaupun dicemooh habis-habisan oleh masyarakat. Dan itulah yang ngebuat gue kagum sama mereka semua. Semangat mereka yang ingin menang di setiap pertandingan dan tampil di Koshien bener-bener ngebangkitin semangat gue untuk terus semangat melakukan hal yang gue suka tanpa menghiraukan apa yang orang judge tentang gue ataupun kesukaan gue.

Dan ending komik ini bener-bener bikin gue termenung. Ya, jelas. Mengingat ini beneran persis sama apa yang gue alamin dulu.

[SPOILER ALERT. DIBAWAH INI CERITA TENTANG ENDINGNYA. YANG BELOM BACA ENDING WBB JANGAN BACA DULU DEH. ABISIN AJA DULU KOMIKNYA]

Jadi setelah Yukimura ambruk dan dibawa dengan ambulans, tim baseball SMU Ryukasa terus berjuang hingga habis-habisan melawan SMU Kumadai. Tapi namanya juga klub baseball baru dua bulan, mereka kalah. Dan setelah itu monolog Issei tentang kelanjutan apa yang terjadi dengan mereka. Klub baseball mereka hanya bertahan hingga satu tahun dan mengalami skorsing di pertandingan hingga dua tahun karena melakukan perkelahian diakhir pertandingan melawan SMU Kumadai. Selain itu, setelah mereka semua lulus, mereka melanjutkan hidup mereka masing-masing. Semangat mereka selama satu tahun bermain baseball bersama itu hilang tidak berbekas. Kemana? Kemana perginya semangat masa muda mereka pergi? Kemana semangat mereka yang berjuang mati-matian demi bisa bermain baseball yang mereka sukai? Apa yang terjadi? Apakah mereka sudah tidak menyukai baseball lagi?

Jawabannya bisa jadi. Ketika kita menyukai sesuatu, tentu itu tidak mudah. Kita harus berani mengambil resiko sekecil apapun itu. Seperti Issei dkk yang menyukai baseball. Mereka bisa menanggung resiko ketika mereka menyukai baseball, dicemooh, dilempari sampah, dipandang negatif oleh semua orang karena mereka berandalan dan mereka bermain baseball. Lalu kenapa mereka berhenti bermain baseball diakhir cerita? Bukankah itu menyedihkan?

Iya well, jujur itu menyedihkan banget. Mungkin ini komik yang punya ending mendekati realita. Mereka berhenti karena hidup mereka harus maju. Mungkin mereka bisa terus berlanjut bermain baseball, tapi tidak semua orang mempunyai bakat bermain baseball seperti halnya Issei ataupun Shuko. Semuanya suka dan cinta baseball, tapi masa depan mereka belum tentu akan bagus dan sesuai dengan apa yang mereka impikan jika mereka terus bermain baseball. Mungkin itulah yang ada dipikiran Toru Fujisawa-sensei dan Taro Sekiguchi-sensei. Ketika kita menyukai sesuatu, belum tentu sesuatu itu adalah masa depan yang harus kita raih. Ketika kita menyukai sesuatu dan ingin menjadikannya impian kita, ada baiknya kita memikirkan segala aspek apakah kita bisa meraih impian itu atau tidak. Karena masa depan dan hidup menjadi orang dewasa tidak semudah itu. Kita tidak bisa hidup seenaknya. Banyak yang harus kita tanggung dan pikirkan. Dan itu yang gue rasakan saat ini.

Saat gue SMK, gue passion banget sama yang namanya film. Gue suka film dan gue terobsesi pengen menjadi sutradara. Gue pun belajar, belajar dan belajar hal yang gak gue tau agar bisa menguasai semua peralatan syuting, biar gue bisa jadi sutradara. Tapi menjelang kelulusan gue kembali berpikir, benerkah jalan yang gue ambil ini? Gue pengen jadi sutradara. Untuk kuliah jurusan itu, mahal. Sedangkan nyokap gue sendiri masih bayarin kakak gue yang kuliahnya mahal. Akhirnya, gue pun membuang impian gue yang pengen jadi sutradara dan berpindah jalur jadi kuliah jurusan pendidikan.

Gue emang membuang impian gue itu, tapi di lubuk hati gue yang terdalam gue masih pengen jadi sutradara. Tapi walaupun gue gak bisa jadi sutradara setidaknya gue bisa nonton film dan ada yang menghubungkan gue dengan impian gue yang satu itu. Dan gue masih rada miris juga kalo mengingat jaman gue SMK dulu itu yang tergila-gilanya pengen jadi sutradara. Apa aja yang gue lakuin, kerja keras gue, tekad gue yang tinggi. Miris karena semua tinggal kenangan yang gak ada sangkut pautnya dengan masa depan gue yang sekarang lagi gue bina.

Sekali lagi, Wild Base Ballers sukses bikin gue termenung mengingat gimana perasaan saat dulu mencintai impian lu tanpa memikirkan apa-apa selain cara gimana meraihnya. Gak memikirkan masa depan. Gak memikirkan efeknya. Resikonya. Hanya memikirkan gue mau impian gue tercapai.

Thank you Toru Fujisawa-sensei and Taro Sekiguchi-sensei.


:’)