Sebut aja si Biru.
Usia 22 tahun (mungkin).
Penggila sepak bola.
Rambut acak-acakan.
Kurus. Tinggi.
Gadgetmania.
Perokok akut.
Ia datang ke acara itu dan kau temukan bahwa dia menarik. Dia tidak tampan. Dia memiliki sesuatu yang lain. Dia menjabat tanganmu, mengeluarkan senyum cueknya yang memikat, dan segera melepaskannya. Dia sesekali melirik kearahmu dan kau tau itu karena sesekali kau juga melirik kearahnya. Kalian saling berpandangan tapi tidak terlalu lama, namun saling mengerti bahwa kalian tertarik satu sama lain. Dia tidak berani mengatakan apa-apa padamu, karena ditemukannya kau juga pemalu. Seseorang berceletuk bahwa dia sungguhan tertarik padamu, dan kau balas berteriak dalam hati kalau kau juga. Tapi mulutmu terkunci rapat, hanya menyunggingkan senyum malu.
Kau sebenarnya orang yang impulsif, tapi untuk hal seperti ini kau sangat pecundang. Kau tidak berani bercengkrama ketika yang lain tertawa. Hanya dia yang berani menegurmu seraya berkata, "Kenapa kau diam saja dan tidak tertawa?" Sekali lagi, kau menjadi pengecut karena teman-temannya kembali menggodamu karena si Biru ini benar-benar tertarik padamu.
Sepanjang malam kau terus menjadi pengecut meskipun berulangkali si Biru memberanikan diri mengajakmu berbicara. Lidahmu kelu, tidak mampu mengucapkan kata-kata yang biasanya mudah kau ucapkan. Kau hanya mampu tersenyum, tersenyum, dan tersenyum sepanjang malam layaknya orang bodoh.
"Kalau tersenyum kau manis," katanya pelan saat ia berjongkok di sisimu. Kau tersenyum menunduk tak kuasa menahan malunya dipuji seperti itu. Kali ini tidak terdengar suara ledekan dari teman-temanmu dan temannya, hingga akhirnya dengan suara lirih kau pun berkata, "Terima kasih."
**
30/05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
watch your words