Sabtu, 20 Agustus 2016

#CerpenAjah Lucid Dream

Lucid Dream
**
20 Januari 2014
Hai, mungkin ini terdengar sedikit gila. Tapi aku rasa aku harus menulisnya. Akhir-akhir ini, aku mengalami mimpi buruk. Tidak begitu terlalu buruk sebenarnya, hanya sedikit menakutkan. Beberapa hari yang lalu aku bermimpi aneh. Ceritanya saat itu aku sedang bermain bersama teman-temanku dan tiba-tiba saja semuanya berubah menjadi gelap. Lalu, ada laki-laki bertopi lebar membawa gergaji mesin berusaha menyerangku dan teman-temanku. Aku berlari sekuat tenaga dari kejaran laki-laki itu dan kusadari bahwa di tempat itu aku sendirian dan pria itu hanya mengejarku. Ia tersenyum lebar menyeramkan dan aku benar-benar sangat ketakutan. Herannya, aku tau kalau saat itu aku sedang bermimpi sehingga aku berteriak keras di dalam hatiku agar aku bangun. Dan kemudian aku terbangun.
Aku berada di kamarku. Aku pun segera berjalan keluar kamar dan rumahku dalam kondisi gelap. Dapat kulihat ibuku sedang berdiri di depan pintu rumah dengan pintu terbuka lebar sambil memandang langit yang begitu gelap seperti ingin turun hujan. Lalu tiba-tiba saja aku merasa ketakutan. Aku masih berada di dalam mimpi! Ini tidak nyata! Aku kembali masuk ke kamar dan takut bahwa aku tidak bisa kembali ke dunia nyata. Aku pun segera berbaring kembali ke tempat tidurku, memejamkan mataku dan kemudian aku kembali ke dunia nyata.
Sejak saat itu, aku selalu merasa takut bila ingin tidur. Aku takut kalau aku tertidur, aku akan masuk ke dunia mimpi menyeramkan itu lagi dan tidak bisa terbangun. Sungguhan, aku sangat takut.
Aku ceritakan hal ini pada ibu dan kakak perempuanku, tapi mereka tidak ada yang percaya dengan ceritaku. Menurut mereka, aku terlalu banyak membaca cerita misteri. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, aku sangat takut pada cerita-cerita seperti itu.
**
23 Januari 2014
Aku ceritakan tentang mimpi anehku itu pada sahabatku, Risa, lalu ia bilang bahwa ia pernah membaca di internet tentang hal tersebut. Katanya, kalau aku bermimpi seperti itu lagi, aku jangan pernah keluar dari kamarku. Aku harus tetap di dalam kamarku, karena bisa saja ‘makhluk lain’ memakai tubuhku seperti yang terjadi di film Insidious. Aku setengah-percaya padanya, karena ia terkadang terlalu percaya pada hal-hal mistis aneh seperti itu.
Risa sempat bilang, kalau aku bertahan sebentar lagi saja di mimpiku itu, aku bisa melakukan sesuatu yang bernama lucid dream. Kata Risa, lucid dream adalah dimana kita bisa menciptakan mimpi sesuai keinginan kita, seperti di film Inception. Aku memang sempat membaca, kalau mimpi yang seperti di film Inception adalah sungguhan, tapi aku tidak mempercayainya. Bagaimana mungkin kita bisa membagi mimpi kita pada orang lain?
**
24 Januari 2014
Aku bermimpi hal itu lagi. Namun seperti apa yang Risa katakan, aku tidak keluar kamar. Aku hanya berbaring saja di kamar dan memejamkan mataku. Lalu, ketika aku membuka mataku, aku berada di sebuah lorong panjang yang hitam dan gelap dimana di ujung lorong tersebut ada cahaya putih yang begitu menyilaukan.
Aku sangat takut, jadi aku putuskan untuk memejamkan mataku dan berteriak di dalam hati agar terbangun. Aku pun terbangun. Dan saat aku melihat jam, jam menunjukkan pukul 22.10. Artinya aku hanya tertidur selama sepuluh menit.
**
27 Januari 2014
Risa selalu menjadi teman yang mau mendengarkan omong kosongku. Teman-temanku yang lain hanya menganggap bahwa ceritaku itu menarik namun langsung mengalihkan pembicaraan kepada topik yang lain, seperti pacar, orang menyebalkan di kelas, guru yang menyebalkan, ataupun artis yang sedang beken. Bukannya aku tidak menyukai hal-hal seperti itu, tapi seleraku dan mereka sangat berbeda. Mereka menyukai yang orang-orang banyak sukai, seperti One Direction, Justin Bieber ataupun Maroon 5. Sedangkan aku lebih menyukai Jesse James, penyanyi pop Inggris yang menyanyikan lagu Fly Without You itu, sama seperti Risa.
Tadi, sepulang sekolah, aku pun menceritakan pada Risa mimpi yang aku alami beberapa hari yang lalu dan ia mengatakan padaku bahwa aku seharusnya pergi ke ujung lorong yang ada cahaya putih yang menyilaukan itu. Kukatakan padanya, bahwa aku terlalu takut karena disana gelap sama sekali. Tapi ia bilang, bahwa diujung sana adalah lucid dream. Aku bisa membangun mimpiku disana.
Aku pun bilang pada Risa, kalau mimpi itu hanya berdurasi sepuluh menit, padahal aku merasa sudah lama sekali disana. Lalu Risa bilang, kalau mimpi memang terasa lama sekali karena otak kita bekerja dengan sangat cepat (karena mimpi adalah ciptaan dari otak kita). Entahlah, aku rasa pernah mendengar hal seperti itu di film Inception.
**
28 Januari 2014
Aku mimpi kembali di lorong gelap itu dan berlari menuju cahaya putih yang menyilaukan itu. Namun semakin aku berlari, cahaya putih itu semakin menjauh. Aku pun merasa lelah dan memutuskan untuk bangun. Kemudian aku segera mengirim Risa pesan yang mengatakan bahwa cahaya di ujung lorong itu seperti bergerak menjauhiku dan aku tak kuat untuk mengejarnya lagi.
Paginya, Risa membalas pesanku dan bilang akan berkunjung ke rumahku besok.
**
29 Januari 2014
Risa berkunjung ke rumahku sore ini sepulang dari les bahasa Inggrisnya. Aku pun segera menceritakan mimpiku kemarin dan Risa bilang aku harus mencoba mengendalikan cahaya putih itu agar mendekatiku. Aku bilang aku tidak tau caranya, tapi Risa bilang aku setidaknya harus mencoba hal itu.
Kunjungan Risa hanya sebentar saja, ia harus segera pulang karena ada tugas. Katanya hari sabtu ini ia akan menginap di rumahku.
**
4 Febuari 2014
Risa datang menginap hari sabtu lalu, kami mengobrol hingga larut malam dan baru tertidur pukul 3 pagi. Aku bermimpi sedang di lorong gelap dengan cahaya putih menyilaukan di ujungnya. Seperti kata Risa, aku mencoba mengendalikan cahaya putih itu agar mendekatiku namun tidak bisa. Sepertinya itu di luar kemampuanku, jadi aku kembali berlari kearah cahaya itu. Dan saat itulah, tiba-tiba saja aku berhasil menjangkau cahaya putih itu dan tiba-tiba berada di sebuah taman bunga yang sangat indah. Matahari bersinar terang namun tidak terasa terik. Kupu-kupu berwarna-warni dan berterbangan. Aku dapat mendengar suara kicauan burung di pepohonan yang berada tidak jauh dari taman bunga itu.
Kemudian aku melihat Risa, sedang berjalan bergandengan tangan dengan seorang pria tidak dikenal. Aku berteriak memanggilnya, lalu Risa dan pria itu menoleh. Risa tersenyum padaku dan bilang kalau aku berhasil masuk ke lucid dream. Dan begitu kusadari, pria yang sedang bersama Risa adalah Zayn Malik, personil dari One Direction itu!
Risa kemudian menghampiriku dan menceritakan padaku bahwa ia sejak dulu sudah masuk ke lucid dream, itu sebabnya ia tau banyak. Namun tidak ada yang peduli pada ceritanya hingga akhirnya ia diam saja dan baru mulai berbicara ketika aku bercerita padanya. Risa bilang, sekarang tidak ada yang perlu ia rahasiakan lagi dariku. Ia juga bilang bahwa ia sangat menyukai dirinya di dalam lucid dream karena ia bisa memiliki apa yang bisa ia inginkan.
Aku mengatakan padanya bahwa ini hanya mimpi. Ia mengangguk setuju, “iya ini mimpi. Mimpi yang indah.” Katanya. Kemudian, Zayn Malik yang ada di genggamannya hilang dan semuanya berubah menjadi gelap dan kemudian aku terbangun. Begitu aku lihat, aku berpegangan tangan dengan Risa yang juga sudah bangun dari mimpinya. Sehabis itu ia tidak banyak berbicara dan pulang pada sore harinya.
Aku sedikit rada takut kalau Risa terlalu asik dengan dunia mimpinya.
**
7 Febuari 2014
Ibu Risa menelpon kalau Risa menjadi sedikit aneh. Katanya ia sering tertidur dalam waktu yang lama sekali bahkan sudah beberapa hari ini membolos sekolah. Itu terjadi setelah ia berkunjung ke rumahku. Aku rasa aku tau penyebabnya.
Besok aku akan mengunjunginya.
**
10 Febuari 2014
Sabtu lalu aku ‘sengaja’ menginap di rumah Risa agar bisa masuk ke lucid dreamnya. Ibuku sebenarnya menentangku untuk menginap disana karena akan merepotkan keluarga Risa, tapi aku bilang padanya bahwa aku sebisa mungkin tidak akan merepotkan mereka malahan aku akan membantu menjaga Risa.
Saat aku datang ke rumah Risa, Ibunya menyambutku dan mengatakan bahwa Risa tidak bangun sejak kamis lalu. Ibunya sudah memanggil dokter tapi kata dokter, ia tidak apa-apa. Aku pun segera masuk ke kamar Risa dan melihat ia sedang tertidur pulas. Aku segera memegang tangannya dan berusaha tertidur. Butuh waktu yang sedikit lama agar aku bisa tertidur karena aku tidak mengantuk.
Akhirnya, aku pun sampai di lorong gelap itu dan masuk ke cahaya putih itu. Kali ini bukan taman bunga, melainkan sebuah ruang tamu dengan perabotan lengkap mewah. Dinding ruang tamu itu bercat putih dengan langit-langit ruangan yang tinggi. Lalu, Risa tiba-tiba muncul memanggilku. Ia menatapku sedikit kaget karena aku berada di mimpi buatannya.
Ia menanyaiku macam-macam dengan nada bicara yang sedikit marah dan tiba-tiba saja senior Dhika hadir mengenakan pakaian kantoran sambil menggendong seorang anak kecil laki-laki berusia sekitar 3 tahun. Aku bertanya pada Risa apa maksud dari mimpinya ini karena senior Dhika adalah pacar kakaknya, tapi Risa malah mendorongku jatuh yang membuatku tiba-tiba saja terbangun. Kemudian Risa pun terbangun dan menatapku marah karena sudah memasuki mimpi yang telah dibangunnya susah payah.
Kami bertengkar hebat. Risa terobsesi dengan hal-hal yang tidak bisa dimilikinya karena itu ia berusaha mempelajari tentang lucid dream dan senang berada di sana. Tapi kukatakan padanya, seindah apapun lucid dream, itu bukanlah kenyataan. Risa menyuruhku keluar dari rumahnya tapi aku menolak. Disaat itulah, Ibu Risa masuk dan bersyukur karena berkat kehadiranku Risa terbangun kembali. Ibunya sempat menanyai Risa macam-macam namun Risa berbohong tentang apa yang terjadi. Kemudian, ia menyuruh Risa untuk makan karena sudah berhari-hari Risa tidak makan dan minum apapun. Risa pun menurut.
Tengah malam, Risa tiba-tiba membangunkanku dan mengatakan bahwa perkataanku benar. Seindah apapun lucid dream, itu bukanlah kenyataan. Aku senang dengan perkataannya. Syukurlah.
Esok paginya, kami berdua memutuskan untuk lari pagi di taman dan bertemu dengan teman laki-lakiku sekolahku. Aku dan Risa beda sekolah, tapi ia mengenal hampir semua temanku. Teman-temanku juga mengenal Risa karena mereka pernah satu sekolah di SMP yang sama. Mereka sempat berbasa-basi dan mengajak Risa kencan sabtu minggu depan. Ya, kuakui Risa memang lumayan menarik. Tapi Risa menolak ajakan itu dengan alasan hari senin mau ada ujian, padahal aku tau ia berbohong. Risa kemudian bilang padaku kalau ia masih belum bisa move on dari laki-laki di dalam lucid dream. Aku hanya bisa memanggilnya bodoh.
Sore harinya, aku pulang ke rumah dan mengatakan pada ibuku bahwa Risa sudah sadar dan ia senang mendengarnya. Setelah mengerjakan tugas bahasa, aku pun segera pergi tidur sambil terus membayangkan lucid dream. Dan tidak perlu waktu lama, aku berada di lorong gelap itu dan masuk ke cahaya putih tersebut. Namun tidak ada taman bunga ataupun ruang tamu, semuanya kosong, hanya ada ruang hampa berwarna putih.
Aku pun memejamkan mataku, mencoba menggambarkan di otakku sebuah padang rumput yang luas dengan sebuah pohon besar di tengah-tengahnya dengan matahari bersinar benderang namun tidak menyengat. Lalu angin bertiup sepoi-sepoi dan rambutku bergerak mengikuti arah angin. Kemudian aku merasakannya, angin bertiup pelan menyentuh rambutku dan aku membuka mataku, apa yang aku bayangkan menjadi kenyataan!
Aku tertawa di dalam hati dan mencoba membayangkan Jesse James hadir dan menggenggam tanganku. Kemudian aku merasa tanganku sedang digenggam seseorang dan ketika aku menoleh, Jesse James berdiri di sana. Aku pun teriak tidak percaya, idolaku berada di sebelahku! Jesse James tersenyum dan memelukku erat dan mengatakan bahwa ini bukanlah mimpi. Tubuhku terasa lemas ketika Jesse James bilang bahwa aku adalah gadis yang selama ini ia cari. Aku menangis tidak percaya tapi ia menenangkanku. Kemudian ia menggenggam tanganku dan mengajaknya pergi ke apartemennya di London.
Aku masuk ke apartemennya yang sangat mewah dan ia mengajakku untuk tinggal bersamanya. Aku bilang aku tidak bisa karena aku masih sekolah tapi ia bilang itu bukan masalah karena aku bisa melanjutkan sekolahku di sini bersamanya. Ia kemudian memelukku erat dan menggendongku ke atas tempat tidurnya.
Oh aku tidak bisa menceritakan hal itu di sini. Itu terlalu vulgar.
Lalu kemudian tiba-tiba saja, aku merasa terjatuh tanpa sebab dan terbangun di kamarku. Masih pukul lima pagi dan kemudian aku memutuskan untuk menulis jurnal ini. Oh entahlah, aku tidak tau kalau lucid dream begitu asik dan nyata. Aku jadi mengerti alasan Risa enggan bangun dari lucid dreamnya.
**
14 Febuari 2014
Risa mengganggu duniaku. Dia menyuruhku untuk berhenti. Kau yang seharusnya berhenti menggangguku, Ris! Jangan mengganggu hidupku!
**
20 Febuari 2014
Hidupku bukan di sini. Selamat tinggal.
**
16 Agustus 2014
Ini aku, Risa. Aku memutuskan untuk mengakhiri jurnal ini karena aku yang menyarankan pada Liza untuk menulis jurnal ini ketika ia cerita padaku tentang mimpi buruk dan aneh yang dialaminya. Seperti yang kalian tau, Liza tidak ingin keluar dari lucid dream yang dibuatnya. Itu terjadi sejak terakhir kali ia menulis jurnal ini. Aku ditelepon oleh Ibu Liza pada tanggal 12 Febuari, beliau bilang bahwa Liza tidak bangun-bangun setelah beberapa kali dibangunkan. Ia menghubungi dokter namun dokter bilang ia tidak apa-apa. Beliau bilang mungkin aku tau penyebabnya. Aku pun segera pergi ke rumah Liza dan menemukan jurnal ini di meja belajarnya. Ternyata benar dugaanku, ia terjebak di lucid dream buatannya.
Aku berulang kali mencoba memasuki lucid dream Liza, namun gagal. Dia seperti memasang perisai yang tidak bisa ditembus siapapun yang mencoba masuk ke dalam lucid dream miliknya. Setiap hari aku selalu datang ke rumah Liza, mencoba menembus perisai tersebut tapi tetap tidak berhasil. Tubuh Liza makin lama makin kurus dan dipasang berbagai selang agar tubuhnya tetap dalam kondisi yang stabil. Tapi itu tidak berlangsung lama, orangtua Liza tidak sanggup lagi membayar peralatan rumah sakit hingga akhirnya memutuskan untuk mengakhiri perawatan Liza pada bulan Juli. Liza yang malang itu masih tetap hidup namun akhirnya tubuhnya menyerah pada tanggal 15 Agustus kemarin.
Aku sangat menyayangkan keputusan Liza yang bodoh itu. Padahal ia yang mengatakan padaku, ‘lucid dream itu indah, tapi itu bukan kenyataan.’ Dasar Liza bodoh! Padahal aku sudah meninggalkan dunia itu! Kenapa malah kamu yang tinggal disana!! Bodoh!! Aku sangat membencimu!! Bodoooooohhhhh!!!!!!!!
**
Catatan penulis:
Akhirnya Risa membuang jurnal milik Liza setelah beberapa kali ia memimpikan Liza yang mengatakan padanya bahwa ia bahagia tinggal di lucid dream dan Risa harusnya tetap disana juga. Risa tidak tahan dan karena tidak bisa membakarnya (karena itu kenangannya dengan Liza),ia memutuskan untuk membuangnya di tempat sampah yang jauh dari rumahnya. Dan kemudian, penulis menemukan jurnal ini (tertera nama lengkap Liza di jurnal ini sehinga penulis bisa menelusuri kediaman Liza dan menemukan Risa untuk meminta keterangan tentang jurnal ini dan menjadikannya sebuah cerita untuk dipublikasikan).

*nama Risa dan Liza bukan nama sebenarnya (atas permintaan Risa sebelum cerita ini dipublikasikan).

--12/06/15--

Kamis, 18 Agustus 2016

#CerpenAjah Setiap Tanggal Enam

Ia selalu datang setiap tanggal enam. Memesan minuman yang sama dan duduk di tempat yang sama. Herannya, setiap kali ia datang, tempat duduknya selalu kosong.
Ia selalu mengenakan celana jeans usangnya yang sudah memudar, rambut dicepol berantakan ala kekinian, dan membawa sebuah ransel hitam yang kelihatannya penuh.
Aku sudah mengamatinya sekitar tujuh bulan ini. Mengamati gerak-geriknya dan kenapa ia selalu datang hanya di tanggal enam dan memesan pesanan yang sama. Tapi aku tidak menemukan jawabannya. Pengamatanku tidak membuahkan hasil dan aku terlalu pengecut untuk bertanya. Lagipula, ia akan berpikir kalau aku ingin ikut campur urusannya. Tapi jujur saja, aku tertarik padanya.
Selama tujuh bulan ini, yang aku tau hanyalah namanya, Eri. Itu terjadi saat tempat aku bekerja saat ini sedang penuh-penuhnya dan kami membutuhkan nama pelanggan ketika pesanannya sudah siap. Di saat itulah aku tau namanya, Eri. Suaranya sedikit serak namun terdengar jelas, meninggalkan sedikit kesan kalau ia pribadi yang suka berbicara. Dan suaranya terdengar manis.
"Menunggu si tanggal enam ya?" Tanya Aa, rekan kerjaku. Meskipun kami sudah mengetahui namanya, entah mengapa kami masih suka menyebutnya dengan si tanggal enam. Tanggal enam seolah sudah melekat pada imej Eri.
"Gak juga," jawabku berbohong. Aa hanya menyenggol lenganku, ia sudah mengetahui kalau aku tertarik pada si tanggal enam itu. Dan sampai penghujung hari, ketika kedaiku ini ingin tutup, si tanggal enam tidak kunjung datang. Kecewa? Ya, pastinya. Sebelumnya ia selalu datang pada hari ini.
"Masih bisa pesan kan?" Si tanggal enam tiba-tiba hadir. Antara senang karena aku dapat melihatnya, atau kesal karena aku terlanjur sesumbar untuk menyapanya kalau-kalau ia datang hari ini, aku tersenyum gugup dan kaku.
"I-iya, silahkan. Mau pesan a-apa?" Sambutku kaku. Raut wajah tegang seperti ditodong menghiasiku.
"Froyo aja," jawabnya dengan suara serak, manis, ciri khasnya. "Udah mau tutup ya?"
"I-iya," kataku sambil menyiapkan pesanannya. "Mbak ke sini tiap tanggal segini, abis gajian ya?"
Si tanggal enam tersenyum. "Berhasil kejar target," ujarnya sumringah.
"Oalah, selamat ya mbak," aku pun memberikan pesanannya dan ia membayarnya. "Mbak mau duduk dulu atau-?"
"Gak usah, saya mau pulang aja. Ini untuk selebrasi aja kok," seusai mengambil kembaliannya, si tanggal enam pun pergi. Dari kejauhan aku bisa melihat punggungnya yang menjauh dan kecil itu, dengan rambut cepot berantakan kekinian khasnya.
"Cieee, akhirnya ngomong juga sama si tanggal enam!" Goda Aa seusai menutup kedai. Aku hanya tersenyum malu. "Ngomong apa tadi?"
"Ya nanya dia kenapa ke sininya tiap tanggal enam doang,"
"Terus?"
"Katanya selebrasi dia berhasil kejar target,"
"Widih mantap tiap bulan berhasil kekejar terus targetnya," Aa tiba-tiba bertepuk tangan salut. Aku hanya tersenyum hanya mengangkat bahu. Diam-diam aku juga merasa salut. Dia begitu menakjubkan. Padahal tubuhnya kecil.
**
Seusai menutup kedai, seperti biasanya, aku selalu mendapat giliran untuk membuang sampah pada tanggal lima karena pria yang mendapat shift malam pada hari ini hanya aku.
Dan seperti biasanya pula, meskipun sudah hampir tengah malam, tempat pembuangan sampah masih tetap ramai. Tapi anehnya, tidak ada satupun orang yang kukenal di sana.Apakah mereka karyawan baru yang bekerja di sini?
Tiba-tiba saja badanku merasakan rasa sakit yang luar biasa di bagian perut. Seperti ada sesuatu yang menembus perutku. Aku menoleh ke belakang dan kulihat ia berdiri di sana. Si tanggal enam. Di tangannya ada sebuah pisau tajam dan cukup besar yang berlumuran darah.
Ia kemudian menusukku lagi kali ini di bagian dada yang membuatku langsung roboh ke tanah.
"Maaf, aku harus mengejar target bulan ini," katanya. "Padahal kau cukup oke,"
"Target a-apa?" Tanyaku dengan suara tersenggal-senggal. Aku hampir kehabisan nafas. Tapi aku perlu tau apa yang dimaksudnya.
"Target mengumpulkan daging manusia," sekali lagi ia menusuk tubuhku pada bagian kepala yang membuatku tak sadarkan diri dan semuanya berubah menjadi gelap.
**
END
-07/25/16-

#ProjectBerdua Bitch In Pink

I wouldn't know this bitch if I hadn't met the guy who crazy over heel of her.
In that time, I just knew what people knew.
Not what I liked.
I didn't have the special one.
I just adored.
Until this guy talked about this bitch.
The bitch in pink.
I said to him, why her?
He said, she's hot.
Come on, she's fake. She's plastic. She's a bitch.
He said again, you should give her a chance.
Then, I wouldn't listen.
I wouldn't listen what he said for a years.
Until I lost him.
When I started crazy over heel with this bitch in pink.
--
08/18/16